“Anda dipecat!” seru manager kepada Pak Ridwan
sembari tersenyum tipis.
Tak ada yang dapat dilakukan Pak Ridwan selain
menerima kenyataan dan berusaha membendung air matanya agar tidak jatuh dan
terlihat lemah di hadapan manager yang semena-mena tersebut. Ridwan masuk dalam
jurang perangkap politik managernya sekaligus menjadi tumbal atas cuci tangan
pimpinannya tersebut yang bobroknya hampir terungkap oleh sang owner. Pak Ridwan dituduh memanipulasi
laporan keuangan perusahaan usai dilakukan audit oleh sang owner. Ia harus rela menerima kejatuhan sampur atas alibi yang
dilakukan pimpinannya guna mengamankan dirinya dari jurang pemecatan sang owner. Tak ada yang dapat dilakukannya
sekalipun melakukan pembelaan, kenyataannya ia seakan-akan dipojokkan kebenaran
dan terlihat benar-benar bersalah atas kebenaran yang dialibikan pimpinannya
tersebut.
***
Tak ada pilihan terbaik yang dapat dilakukan Pak
Ridwan terhadap keluarganya selain berbohong. Hal itu adalah pilihan terbaik di
antara yang terburuk dalam menyikapi permasalahan yang merundungnya. Lelaki
berambut cepak tersebut terpaksa memainkan perannya sebagai suami pada umumnya
yang selalu berangkat pagi untuk bekerja dan mencari nafkah untuk keluarganya.
Padahal, kenyataannya ia tersesat dalam tujuan yang tidak ia pahami adanya.
Persawahan, tepi sungai, taman, dan tempat-tempat yang selama ini jauh dari
kesan akrab baginya, kini menjadi rumah kedua untuk berpikir sembari mencari
solusi atas nasib yang sebelumnya tak pernah ia bayangkan.
Ia benar-benar menyusuri setiap langkah pikirnya
dalam mencari solusi sembari terkulai santai di atas motornya. Ratusan kontak
telepon juga ia telusuri guna mencari informasi untuk sesegera mungkin dapat
mengakhiri peran palsu yang sebenarnya tak ingin ia mainkan tersebut. Tak ada
yang dapat ia lakukan selain melakukan apa yang dapat ia lakukan saat ini.
Pilihan terbaik yang dapat ia lakukan adalah berusaha meyakinkan diri dengan
makna tidak semua hari berjalan dengan baik, tetapi selalu ada hal baik di
setiap harinya.
***
“Bagaimana kabarmu, Kawan?” tanya Doni kepada Ridwan
saat bertamu ke rumah Ridwan.
Doni datang ke rumah Ridwan untuk mengantarkan
undangan pernikahannya. Setelah sekian lama tidak bertemu dengan kawan lamanya
tersebut, Ridwan pun membuka diri untuk menceritakan keluh kesahnya kepada eks
mitra kerjanya tersebut. Doni pun yang dulunya mengundurkan diri dari tempat
kerja Ridwan dipecat tersebut karena alasan prinsip hidup menasihatinya bahwa
semuanya adalah rezeki yang patut untuk Ridwan syukuri.
“Mengapa?” tanya Ridwan dengan heran sembari
mengernyitkan keningnya.
“Dahulu, aku sempat mencari tahu arti dari rezeki
setiap manusia telah ditentukan Allah. Akhirnya, aku tersadar bahwa jawabannya
adalah hanya ada pada orang yang bersyukur. Rezeki adalah tentang seberapa
banyak nikmat yang telah kita terima dan seharusnya patut untuk kita syukuri.
Badan yang sehat, keluarga yang harmonis, kawan yang baik, dan tentunya dijauhkan
dari hal buruk adalah sebagian contoh kecil dari pengingat atas nikmat yang
mungkin tidak orang lain miliki.”
“Tapi, Don, aku masih benar-benar tidak menyangka
dengan semua ini. Semuanya di luar dugaanku,” bantah Ridwan dengan agak
jengkel.
“Pak Rudi membuat rencana untuk menjatuhkanmu dan
Allah pun membuat rencana pula terhadap dirimu. Yakinlah, Allah adalah
sebaik-baiknya perencana. Beban hidupmu yang sekarang ini, barangkali menjadi
penyelamat dari kehidupanmu. Bisa jadi, saat kamu berada di masa kemunduran
seperti sekarang ini, mungkin Allah sedang bersiap untuk melemparmu lebih jauh
ke arah kesuksesan,” jawab Doni dengan bijak.
Doni berusaha mengembalikan gairah hidup Ridwan yang
tenggelam ke dalam dasar keterpurukan. Keterpurukan yang membuatnya gundah
dalam memainkan perannya dengan baik sebagai ujung tombak keluarga yang
berusaha memenuhi tanggung jawabnya. Ia berusaha membiasakan diri dari terbang
di atas langit menjadi merangkak di atas tanah.
“Bila air yang sedikit saja dapat menyelamatkanmu
dari rasa haus, lantas untuk apa kamu meminta air yang lebih banyak. Bisa jadi
hal tersebut barangkali dapat membuatmu tenggelam. Yakinlah kawan, cukup dengan
memahami kata ‘cukup’ untuk selalu belajar tentang apa yang harus kamu
syukuri,” tambah Doni.
Setelah itu, Doni pun memberikan informasi lowongan
pekerjaan kepada Ridwan. Kebetulan, salah satu perusahaan temannya sedang
membutuhkan auditor keuangan. Doni pun menghubungi temannya tersebut dan
merekomendasikan Ridwan untuk bisa bekerja di perusahaaan tersebut.
***
“Bagaimana
kabarmu, Kawan?” tanya Ridwan kepada Doni saat bertamu ke rumah Doni.
Setelah enam bulan tak bertemu, mereka berdua
bertemu kembali. Ridwan datang bertamu ke rumah Doni untuk menyampaikan terima
kasih atas bantuannya dalam merekomendasikan pekerjaan untuknya. Ridwan merasa
bersyukur dengan pekerjaannya yang sekarang. Pekerjaan yang menuntunnya pada
kenyamanan yang sebelumnya tak ia dapatkan. Ia benar-benar bersyukur atas rasa
pahit yang pernah ia rasakan sebelumnya. Rasa pahit yang mengajarkannya bahwa
yang pahit tak selalu buruk. Selalu ada kenikmatan dibalik sebuah rasa, tanpa
terkecuali rasa pahit.
“Tahukah kamu, Don, aku mendengar kabar dari seorang
kawan kalau perusahaan tempat kita bekerja sebelumnya, kini terancam pailit,” ujar Ridwan dengan sedikit mengelus dada.
“Kini kau telah mengerti alasanku atas kebimbangan
makna pertanyaan bahwa rezeki setiap manusia telah ditentukan Allah. Allah
tidak selalu mengirim orang baik untuk menolong kita. Adakalanya, Allah
mengirimkan orang yang menjengkelkan untuk menyelamatkan kita,” jawab Doni seraya
tersenyum tipis.
“Aku hanya merasa kasihan saja dengan Pak Rudi, Don,
kini dia harus menerima nasib dipecat dari perusahaan atas tindakannya yang
salah tersebut,” ucap Ridwan dengan bersedih.
“Allah telah menyelamatkan hidupmu, Wan, dan kamu patut bersyukur akan hal itu. Seburuk apapun keadaanmu, jangan pernah meratapinya. Kita semua sama, hanya saja berbeda jadwal putaran roda. Pak Rudi kini telah mendapatkan jadwal putaran rodanya,” jawab Doni sembari menepuk pundak kawannya tersebut.