Siapa Aku?

Aku selalu ingin menjadi orang yang berguna bagi orang lain. Memberikan hal berguna yang bisa ku berikan walau hanya dengan sedikit sesuatu yang ku miliki. Kenyataannya, aku memiliki banyak hal. Aneh, bodoh, introvet, dan semua hal tentang hal berguna bagi orang lain, yakni, objek ejekan. Aku sadar bahwa aku telah memenuhi syarat untuk menjadi seorang pecundang. Terlebih, pecundang sejati yang terlahir untuk dihina orang lain.

Hidup ini laksana sulap. Beratraksi untuk menipu orang lain. Aku selalu menyuguhkan senyuman di setiap mata orang lain memandangku. Membuat mereka tertawa dan terhanyut dalam dimensi kegembiraan jiwa dan hati. Aku cukup berhasil membuat diriku berguna bagi orang lain. Meskipun, semua itu adalah palsu.

Ku habiskan siang dan malam dalam dunia khayalan. Dunia khayalan yang ku sebut impian. Impian yang membuatku terlelap dalam imajinasi. Ternyata, aku tertidur di dunia nyata. Satu hal pasti tentang alasan semua ini adalah Mudah.

Tak mudah bagiku untuk memahaminya lebih dari sekadar manusia yang menganggapku tak pernah ada. Entah, apa yang membuatku merasa bodoh memahami manusia yang ku anggap cukup berarti bagi hidupku ini. Tentang air mata yang tak beralasan, tentang kesedihan yang tak sepantasnya, dan semua hal yang tak jelas yang tak dapat ku jelaskan. Semuanya terasa begitu sulit bagiku untuk memaknai semua ini.

Semasa berkuliah dulu, aku pernah memimpikannya. Tetapi, setelah sepuluh tahun, takkan ada lagi yang ingat dengan orang lugu yang selalu duduk di belakangnya sembari berkhayal tertawa bersama dengan paras punggungnya. Aku cukup dikenal gila oleh teman-temanku. Terlebih, untuk ukuran orang normal yang kebanyakan berkhayal.

Aku selalu bermimpi untuk menjadi seorang pahlawan. Seorang pahlawan yang gagah berani melawan bahaya demi melindungi dan menyelamatkan orang lain. Terlebih, melindungi dan menyelamatkan orang yang ku sayangi. Akhirnya, aku benar-benar ingin menjadi pahlawan baginya. Ia mempunyai masalah mengenai data skripsinya dan aku bisa mengatasinya. Aku hanya perlu mendapatkan izin dan mendapatkan data untuk skripsinya. Aku yakin dia akan mengingatku. Kita akan saling jatuh cinta, menjalani hidup ini berdua, dan hidup bahagia bersama.

Data itu hanya bisa ku peroleh jika aku berhasil mendapatkan izin untuk melakukan wawancara. Yang ku butuhkan adalah surat izin dari kampus. Benar saja, terlalu mudah bagiku untuk mendapatkannya. Surat izin dari kampus pun ku peroleh dan data skripsi itu pun telah ku genggam pula. Kini, aku pahlawan baginya.

Ku kirim pesan kepadanya lewat Whatsapp. Berharap untuk bertemu dan aku memberikan kejutan untuknya. Kita pun bertemu di tempat ia tinggal; asrama. Ku tatap matanya lekat-lekat penuh kekaguman. Keindahan paras yang menjadi alasanku melakukan semuanya. Ku sodorkan sebuah surat dan sebuah flashdisk sembari mengumbar senyum bangga kepadanya. Aku berharap, ia terkejut dengan apa yang ku lakukan. Ternyata benar, ia pun terkejut dengan apa yang ku lakukan. Bahkan, sangat terkejut. Ia pun menatap mataku lekat-lekat. Menumpahkan emosinya kepadaku. Ia marah karena aku terlalu ikut campur dalam urusannya. Bahkan, ia pun menganggapku bukan siapa-siapa baginya. Aku pun benar-benar terkejut. Aku memang bodoh. Seharusnya, aku tahu, siapa aku?

Harapan itu hancur. Khayalanlah yang telah menghancurkan harapan itu. Tragedi itu seakan menyindirku tentang apa yang seharusnya ku lakukan untuk sesuatu yang berarti bagi hidupku sendiri. Andai aku tahu bagaimana segalanya akan terjadi maka akan ku lakukan semuanya dengan cara yang berbeda.

*** 

Dunia ini seakan menganggapku tak pernah ada. Tetapi, semuanya berubah dengan sekejap. Masalah ini dan itu yang tadinya menjadi pesonaku, kini semuanya seakan pergi berlalu meninggalkanku. Cerita masa depan pun kini telah ku tulis. Aku belajar banyak hal tentang apa itu kenangan, apa itu kenyataan, dan apa itu harapan. Aku kini telah menemukan sebuah tujuan. Tujuan yang meyakinkanku mengenai satu hal: semakin banyak aku berkhayal, semakin banyak yang bisa ku capai.

Aku mengubah semuanya. Khayalan semu yang dulunya ku agungkan, kini semuanya tak ayal hanyalah kenangan yang tanpa tujuan. Aku telah membuang jauh fantasiku. Fantasi semu yang menjerumuskanku. Aku melihat teka-teki masa depan. Aku pun memecahkannya. Kini, semua orang telah mengenalku. Mereka pun memanggilku, Pak Dosen.

Skripsi, tesis, dan desertasi, semuanya telah ku taklukkan. Puluhan buku dan jurnal seakan jadi bukti nyata tentang keberhasilanku melewati masa lalu. Masa lalu yang ku sebut kebodohan. Aku memang bodoh kala itu. Kini, ia tahu, siapa aku?

Dia adalah mahasiswaku. Mahasiswa pascasarjana. Entah, ketika ia tahu aku adalah dosennya, ia seakan cukup mengenalku. Terlebih, untuk orang yang menganggapku bukan siapa-siapa baginya. Ia pernah mengajariku tentang apa itu kenangan. Kini, di kenyataan ini, aku mengajarinya tentang apa itu harapan. Harapan mengubah dunia untuk menulis masa depan.

***

Meski aku kini telah hidup diimpian yang ku tuju ini, sampai  saat ini, aku masih terus bermimpi untuk menjadi lebih dari sekadar seorang pahlawan. Seorang pahlawan yang berusaha melindungi dan menyelamatkan orang lain. Terlebih, melindungi dan menyelamatkan orang yang ku sayangi. Akhirnya, aku benar-benar akan menjadi pahlawan baginya. Mungkin, ia kini berhadapan dengan masalah. Masalah mengenai kenyataan yang menyuratkan bahwa ia menjadi mahasiswa bimbinganku. Aku adalah dosen pembimbing tesisnya.

Entah apa yang harus ku lakukan. Sepuluh tahun yang lalu, aku gagal menjadi pahlawan baginya, tetapi hari ini, mungkin ia akan menganggapku sebagai pahlawan sejati yang menyelamatkan hidupnya. Aku yakin dia akan mengingatku.

Ku kirim pesan kepadanya lewat Whatsapp. Berharap untuk bertemu dan aku memberikan kejutan untuknya. Kita pun bertemu di sebuah cafe. Ku tatap matanya lekat-lekat penuh kekaguman. Keindahan paras yang menjadi alasanku melakukan semuanya. Tak ada yang berubah. Meski sepuluh tahun telah berlalu, aku masih mengaguminya.

Ku sodorkan sebuah surat dan sebuah flashdisk sembari mengumbar senyum kepadanya. Aku berharap, ia terkejut dengan apa yang ku lakukan. Ternyata benar, ia pun terkejut dengan apa yang ku lakukan. Bahkan, sangat terkejut. Ia terkejut karena aku telah mengerjakan tesisnya dan aku pun telah menandatangani surat persetujuan untuk sidang tesisnya. Mungkin, ia cukup bingung untuk memahami semua ini, tetapi aku cukup paham dengan apa yang ku pahami mengenai dirinya. Kini, ia telah tahu, siapa aku?


22 komentar

  1. Walaupun endingnya gantung, tapi menarik jg

    BalasHapus
  2. Sediiihhh...coba endingnya gak gantung, pasti lebih bagus

    BalasHapus
  3. Kereeeennnn sampean Pak Bos.

    BalasHapus
  4. Terus berkreasi dan menginspirasi bro.

    BalasHapus