Bak Lato-Lato

Reza begitu ahli memainkan lato-latonya, bahkan sambil mengobrol dan tertawa dengan kawannya pun, ia masih bisa memainkan permainan dua bola plastik tersebut dengan terampil. Ia bak dewa lato-lato yang mampu membagi konsentrasinya dalam memainkan permainan tersebut, sekali pun harus memainkan peran gandanya untuk tidak terlihat tidak menghiraukan atau cenderung mengelabui pikiran kawan-kawannya.

“Sekarang aku tahu kalau kau sebenarnya menusukku dari belakang,” ujar Zainul kepada Miftah dengan wajah memerah sembari melayangkan telunjuk jarinya ke wajah sahabatnya itu.

“Apa yang kau bicarakan, Zai? Aku benar-benar tidak tahu apa yang kau maksud?” dengan terheran-heran Miftah bertanya seraya meraih pundak Zainul.

Zainul pun menepis tangan Miftah yang hendak meraih pundaknya. Lelaki berambut cepak tersebut terlihat begitu kecewa dengan sikap sahabatnya sendiri yang tak pernah ia yakini sebelumnya. Zainul merasa bahwa sahabatnya tersebut telah mengkhianatinya. Menusuknya dari belakang hanya demi sebuah gengsi kedudukan di komunitas tempat mereka bernaung. Sedangkan, Reza yang tahu persis kejadian tersebut tepat di pelupuk matanya bahkan dalam hatinya menyambutnya dengan senyum tipis sembari terus membenturkan dua bola plastik lato-latonya dengan santai. Reza benar-benar memainkan ritme lato-latonya dengan baik.

Perselisihan tersebut mengundang sikap marah Pak Viky selaku pembina komunitas atas salah satu kadernya yang digadang-gadang menjadi kandidat terkuat calon ketua umum terpilih pada pemilihan ketua umum komunitas periode tahun ini. Pak Viky pun mengambil sikap tegas dengan berat hati mendepak Zainul dari keanggotaan komunitasnya karena dianggap melanggar peraturan komunitas, yakni, berpacaran. Ya, pacaran menjadi salah satu hal yang dilarang keras oleh komunitas tersebut. Bukan tanpa alasan, alasannya cukup jelas, yaitu, demi menjaga komitmen berorganisasi.

Mengetahui didepaknya Zainul dari keanggotaan komunitas, kian membuat Reza yang juga menjadi bagian dari komunitas tersebut semakin percaya diri menatap pemilihan ketua umum periode tahun ini. Reza menikmati semua drama tersebut seraya memainkan lato-latonya. Ia benar-benar menikmati permainan lato-latonya yang kian hari kian terampil. Tak ada yang selihai Reza dalam bermain lato-lato, khususnya di komunitasnya, bahkan mungkin tak ada yang bisa memainkannya karena memang Reza juga tidak pernah menjumpai kawannya bermain lato selain dirinya.

Kini, tak ada lagi lawan berat yang menghadang langkah Reza untuk menatap optimis pemilihan ketua umum dalam waktu dekat ini. Ia hanya perlu bersaing dengan Andre. Remaja bermuka datar yang dianggapnya cupu. Mungkin ia tidak akan jadi batu sandungan untuknya. Pasalnya, ia memang tidak difavoritkan dalam pemilihan tersebut. Ia memang dikenal pintar, hanya saja sikapnya yang dingin memaksanya cenderung dilabeli cupu oleh kawan-kawan komunitasnya.

Waktu terus berlari menuju garis finis dimulainya acara pemilihan. Kini, yang tersisa hanya dua pekan lagi. Reza menikmati hari-harinya sepulang dari kegiatan komunitasnya dengan nongkrong bersama kawan-kawan sepermainannya. Bukan teman komunitasnya, melainkan teman nongkrong. Di tengah-tengah nongkrong tersebut, ia tak lupa terus memainkan latonya dengan gelak tawa yang mewarnai kala mereka bercanda bersama. Seruput kopi dan isapan rokok tak ayal juga melengkapi canda tawa mereka. Canda tawa Reza yang dengan percaya diri yakin akan memenangkan pemilihan tersebut. Semuanya berjalan seindah naskah yang telah diskenariokan. Tak ada cacat dan tak ada kesalahan.

Keesokan hari sepulang sekolah, seperti biasanya Reza bermarkas ke ruang komunitasnya. Sembari berjalan menuju ruangan tersebut, Reza tak lupa memainkan lato-latonya dengan lihai. Ia berjalan dengan santai dengan ditemani ketukan seirama lato-latonya. Tak ada kekhawatiran sebelum akhirnya dia mulai membuka pintu ruangan.

“Prakkk ...” suara bola lato-lato Reza yang terlepas dan mengenai kepalanya.

Tali lato-latonya tiba-tiba terputus dan bola lato-latonya pun menghantam kepala Reza. Tak disangka dan tak diduga. Saat Reza merasa nyaman memainkan lato-latonya, bahkan dia mampu menjaga ritme ketukan lato-latonya dengan lihai, di luar ekspektasinya, lato-latonya justru beradu banteng dengan dirinya. Ia tak habis pikir, bagaimana mungkin dia bisa beradu kepala dengan lato-latonya sendiri. Pikiran Reza pun semakin runyam saat ia membuka pintu ruangan tersebut dan mendapati sambutan pelotot mata memerah dari kawan-kawan komunitasnya. Semua pandangan jengkel kawan-kawan komunitasnya pun beralamat ke wajah Reza. Penuh amarah mengundang sontakan hinaan.

Tidak ada perbedaan, semuanya sama persis. Sama persis seperti apa yang terjadi dengan Zainul kala itu. Semuanya terasa de javu. Pengulangan moment pahit awal dimulainya petaka tersebut. Kawan-kawan komunitasnya benar-benar marah kepada Reza. Khususnya, Pak Viky yang tidak habis pikir dengan kelakuan Reza yang mengecewakannya. Kawan-kawannya kini tahu kalau Reza ternyata merokok di luar sepengetahuan kawan-kawan komunitasnya itu. Salah satu pelanggaran peraturan berat yang tidak dapat ditoleransi sebagai anggota komunitas. Ya, merokok menjadi larangan yang tidak dihalalkan dalam berorganisasi di komunitas tersebut dan Reza kini ketahuan telah melanggarnya. Itulah alasan kawan-kawannya menumpahkan amarahnya kepada Reza yang notabene menjadi kandidat terkuat sepeninggal mundurnya Zainul dari kandidat pemilihan.

Gundah, resah, semua campur aduk jadi satu menghujani pikir Reza. Pikirannya pun berkalut kebingungan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Bagaimana mungkin semuanya terjadi di luar dari skenario yang telah ia rancang serapi mungkin. Bagaimana bisa mereka mengetahuinya? Jawaban akan hal itu sontak mengemuka kala Andre keluar dari kerumunan kawan-kawan komunitasnya sembari bermain lato-lato dengan berhiaskan senyuman tipis. Andre memainkan lato-latonya dengan lihai, terlihat lebih lihai dan penuh ritme daripada permainan Reza. Berkalut wajah datar tanpa ekspresi dengan sesekali menyembunyikan senyum tipisnya, Andre menunjukkan dirinya bahwa ia adalah pemain lato-lato yang tak kalah lihai dibandingkan dirinya. Tampak ia mengetukkan lato-latonya penuh irama, bahkan tanpa memperhatikan lato-latonya, Andre mampu menjaga keseimbangan ketukan lato-latonya. Hal yang benar-benar tak pernah dibayangkan Reza sebelumnya.

Reza melihat wajah dirinya dengan Miftah dalam wujud lato-lato yang dimainkan Andre. Bagaimana mungkin? Ya, Andre mengajak Miftah untuk nongkrong bersama dengan alasan merayakan ulang tahunnya di tempat Reza nongkrong. Andre membiarkan Miftah melihat kebenaran dan mengarahkan Miftah untuk memainkan peran dengan sendirinya tanpa ia suruh. Miftah merekam semuanya dengan indah dan melaporkan hal tersebut kepada Pak Viky dan kawan-kawan komunitas lainnya. Sedangkan Andre, seperti biasanya, ia memainkan perannya bermodalkan wajah datar layaknya anak cupu. Ia menjaga betul sematan anggapan kawan-kawannya yang dikenal sebagai anak yang pendiam.

Kini, Reza tahu siapa pecundangnya dan siapa pemenangnya. Andre benar-benar memecatnya dari komunitasnya. Bukan memecatnya secara langsung, tapi membuat komunitasnya memecat Reza tanpa berbicara. Semuanya hanya perlu dilakukan dengan menjaga keseimbangan lato-lato yang dimainkannya. Ketukan lato-lato yang penuh ritme dan penuh irama. Cukup lihai dan cukup terampil sebagai pemenang permainan adu lato-lato antara keduanya.